Jumat, 07 Maret 2014

Materikulasi Ilmu Tauhid

MATERIKULASI
MATA KULIAH TAUHID
KODE MATA KULIAH : INS 102



















DI SUSUN OLEH :

IMAM HAMBALI
NIM : 13540061



DOSEN PEMBIMBING MATA KULIAH :

DRS. M. AMIN SIHABUDDIN M.HUM






SISTEM INFORMASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2013/2014



Bab 1
Pendahuluan

1.      Pengertian Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-nya, dan sifat-sifat yang sama sekali wajib ditiadakan dari-Nya. Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka, dan hal-hal yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.

2.      Pentingnya mempelajari Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid adalah karena ilmu ini mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan Allah swt. termasuk didalamnya tentang ketentuan (takdir) Allah kepada makhluk-makhluk-Nya. Mempelajari hal-hal berkaitan dengan utusan Allah sebagai perantara (wasitah) antara Allah dengan manusia, seperti malaikat, para Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci yang telah Allah turunkan. Dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sesudah mati, seperti surga, neraka, dan sebagainya.

3.      Nama-nama lain dari Ilmu Tauhid.
1.      Ilmu Aqo’id
Ilmu Aqo’id artinya simpulan (Buhul), yakni kepercayaan yang tersimpul dalam hati. Aqo’id adalah jama’ dari akidah. M. Hasby As Sidiqi menjelaskan dalam bukunya tentang maudhu’ tauhid, dia mengatakan bahwa maudhu’ tauhid adalah pokok-pokok pembicaraan ilmu tauhid yaitu akidah yang diterangkan dalil-dalilnya. Jadi, ini dinamakan dengan Ilmu Aqo’id disebabkan ilmu ini berbicara tentang kepercayaan Islam. Syekh Thahir Al Jazairy menerangkan bahwa “Akidah Islam ialah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan atas kebenarannya.”

2.      Ilmu Ushuluddin
Ilmu Ushuluddin adalah ilmu yang membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qat’i (Al-Qur’an dan Hadis Mutawatir) dan dalil dalil akal pikiran.
Sebab penamaan Ilmu Tauhid dinamakan juga dengan Ilmu Ushuluddin karena objek pembahasan utamanya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran Islam. Dan masalah kepercayaan itu betul-betul menjadi dasar pokok dari persoalan lain dalam agama Islam.

3.      Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman, dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan Salaf dan Ahli sunah.

Sebab Penamaan Ilmu Tauhid dinamakan Ilmu Kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumen-argumen filosofis dengan menggunakan logika atau mantik.

4.      Ilmu Teologi
Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan ilmu teologi karena pembahasannya mencakup persoalan-persoalan dasar dan soal pokok seperti ketuhanan, iman, kufur, dan hal-hal pokok lainnya sebagaimana tercakup dalam rukun iman.

Pada awalnya istilah teologi digunakan oleh kalangan orang-orang Barat untuk memberikan pengertian yang berkaitan dengan hak ketuhanan dalam agama kristen. Kemudian istilah tersebut mereka gunakan untuk menamakan sesuatu yang oleh dunia Islam dinamakan ilmu tauhid, ilmu kalam atau ilmu ushuluddin.
Bab 2
Dasar-dasar Kajian Ilmu Tauhid
  1. a.  Iman
Kata Iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tasdiq (membenarkan). Iman adalah kepercayaan dalam hati meyakini dan membenarkan adanya Tuhan dan membenarkan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena iman, seseorang mengakui adanya hal-hal yang wajib dan hal-hal yang mustahil bagi Allah. Iman menjadikan seorang mukmin berbahagia dan berhak untuk mendapatkan surga Tuhan kelak di hari akhirat.
Dalam pembahasan Ilmu Tauhid, konsep iman terbagi tiga golongan, yaitu :
1.      Iman adalah tasdiq di dalam hati akan wujud Allah dan keberadaan Nabi atau Rasul Allah. Menurut konsep ini, iman dan kufur semata-mata adalah urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tasdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah, maka Ia sudah disebut telah beriman, sekalipun perbuatannya belum sesuai dengan tuntutan ajaran agamanya. Konsep iman ini banyak dianut oleh mahzab Murji’ah, sebagian penganut Jahamiyah, dan sebagian kecil Asy’ariyah.
2.      Iman adalah tasdiq di dalam hati diikrarkan dengan lidah. Dengan demikian, seseorang dapat digolongkan beriman apabila ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaan itu dengan lidah. Antara keimanan dan amal perbuatan manusia tidak terdapat hubungan, yang terpenting dalam iman adalah tasdiq dan ikrar. Konsep iman seperti ini telah dianut oleh sebagian penganut Mahmudiyah.
3.      Iman adalah tasdiq dalam hati, ikrar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan. Antara iman dan perbuatan manusia terdapat keterkaitan karena iman seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep iman ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.

b. Islam
kata islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk” Dengan demikian islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain menghubungkan islam dan din(lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”) .” Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu,  dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam jadi agama bagimu”.
Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga berhubungan dengan kata islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri kepada Allah”.
Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di galakan untuk memegang lima rukun islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Islam adalah syari’at Allah terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi dan Rasul-Nya,  Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang benar. Allah tidak menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah menjadikannya sebagai agama yang mudah, tidak ada kesulitan dan kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak sanggup melakukunnya. Islam adalah agama yang dasarnya tauhid, syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya kebeenaran, ruhnya kasih sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan manusia kepada seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka didunia .

c. Ikhsan
  Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an mengenai hal ini.
 Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya karena, islam di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman, islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw. Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang manusia – mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “ inilah jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal diatas sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-qur’an.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. “ (Qs Al-baqarah:195). “ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl : 90 )

  1. a. Tauhid Uluhiyah.
Tauhid Uluhiah adalah percaya atau meyakini sepenuhnya bahwa Allah-lah yang berhak menerima semua peribadahan makhluk, dan hanya Allah saja yang sebenarnya harus disembah.
Seorang muslim yang di dalam hatinya tertanam Tauhid Uluhiyah dengan kokoh maka dalam jiwanya terpatri tekad yang bulat bahwa segala pujian, doa, harapan dan amal perbuatannya hanya semata-mata untuk pengabdian dan bakti kepada Allah swt. hanya Allah sajalah yang dituju oleh makhluk-Nya untuk disembah.
Allah sebagai satu-satunya tempat disembah, bukan berarti bahwa Allah berhajat disembah oleh hamba-Nya karena Allah tidak membutuhkan bakti, dari makhluk-Nya. Penyembahan di sini merupakan wujud ketaatan dan kepatuhan hamba dengan Tuhan, antara makluk dengan Khaliknya.

b. Tauhid Rububiyah.
Tauhid Rububiyah adalah suatu keyakinan seorang muslim bahwa alam semesta beserta isinya telah diciptakan Allah swt. dan selalu mendapat pengawasan dan pemeliharaan dari-Nya tanpa bantuan siapapun. Alam semesta dan segala sesuatu yang berada di dalamnya tidak ada dengan sendirinya, tetapi ada yang menciptakan atau menjadikan, yaitu Allah. Seperti di jelaskan pada Al-qur’an surah Al-An’am:102 yang menjelaskan bahwa “Demikian itu adalah Allah tuhan kamu, tidak ada tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”.
Tauhid Rububiyah akan rusak manakala seseorang masih mengakui atau meyakini adanya pihak-pihak lain yang ikut andil bersama Tuhan (Allah) dalam mencipta, mengatur, memelihara dan menguasai alam semesta. Dalam firman Allah swt. “Sekiranya di langit dan di bumi ada beberapa Tuhan selain Allah, sungguh rusak binasalah langit dan bumi itu  (Q.S. Al-Anbiya:22).

c. Tauhid Dzat.
Sesungguhnya hakikat dari Zat Tuhan itu tidak mungkin dapat diketahui dengan akal pikiran manusia dan tidak dapat dicapai keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. Sebabnya adalah pikiran manusia tidak diberi dan tidak dapat menjangkau hal tersebut, sehingga manusia tidak diberi dan tidak ditunjuki cara menemukannya atau perantara mencapainya.
Sesungguhnya Zat Allah masih jauh lebih besar dari apa yang dapat dicapai oleh akal ataupun yang dapat diliputi oleh pemikiran-pemikiran.”Allah tidak akan dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah yang mahahalus lagi maha mengetahui;Q.S Al-An’am: 103.”
Jika manusia dengan akal pikirannya tidak dapat mencapai hakikat Zat Tuhan tidak berarti bahwa Zat Allah itu tidak ada, tetapi yang benar adalah bahwa Zat Allah itu ada dengan penetapan sebagai sesuatu yang wajib adanya.
Untuk menjelaskan bahwa wujud Allah itu ada, semua yang ada di lingkungan alam semesta ini dapat digunakan sebagai bukti nyata tentang wujudnya Tuhan.

d. Tauhid Af’al
        Tauhid Af’al adalah seperti menciptakan dan memberi rejeki. Jadi, Allah yang maha menciptakan dan Maha Pemberi rejeki Dialah yang membuat makhluk ini dan juga yang mengaruniakan rejeki kepada mereka.
Para alim ulama telah sependapat bahwa sifat Af’al bukanlah sifat Zat dan kedudukan, sifat Af’al itu adalah sebagai tambahan dari sifat zat itu.
Adapun yang dimaksud dengan tauhid Af’al atau Esa dalam perbuatannya ialah bahwa alam semesta ini seluruhnya ciptaan Allah, tidak ada bagian-bagian alam yang diciptakan oleh selain Allah swt. tidak ada sekutu bagi-Nya dalam mencipta, memerintah, dan menguasai kerajaan-Nya. Tertuang di dalam firman Allah swt pada (Q.S Al-An’am:102).

e. Tauhid Asma
Tauhid Asma wa Shifat pengertiannya adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya baik dalam al-Quran ataupun as-Sunnah sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, dengan tanpa mengubah, meniadakan, menyerupakan, dan mengilustrasikan keadaannya. Tauhid Asma wa Shifat pada dasarnya terkandung dalam Tauhid Rububiyah, akan tetapi ketika muncul banyak orang yang mengingkari dan menyebarkan kerancuan tentangnya, para ulama membahas dan menjadikannya bagian tersendiri. Banyak buku yang telah mereka tulis dalam masalah ini.
Mengilustrasikan hakikat keadaan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu membayangkan sifat-sifat itu dengan bentuk-bentuk tertentu. Seperti mengilustrasikan bahwa tangan Allah keadaannya adalah demikian dan demikian, atau Allah berada di atas ‘Arsy-Nya dengan keadaan begini dan begitu, dan yang semisalnya. Sungguh perkara ini adalah batil, karena tidak ada yang mengetahui bagaimana keadaan sifat-sifat Allah kecuali Allah sendiri. Seluruh makhluk sama sekali tidak ada yang mengetahui hal itu. Mereka tidak mampu untuk mencapainya.

  1. Penyakit-penyakit Tauhid.
a.    Syirik.
Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah, sekalipun orang tersebut mempercayai adanya Allah. Karena mencampurbaurkan kepercayaan terhadap Allah dengan kepercayaan terhadap yang lain yang dianggap sebagai tuhan, sehingga ia tidak sepenuhnya mempercayai ke-Esaan dan kemahakuasaan Allah swt.
Syirik sangat bertentangan dengan tauhid karena tauhid adalah ingin menegakkan keyakinan akan kemahakuasaan Allah, sedangkan syirik adalah sebaliknya. Syirik meniadakan ke-Esaan Allah, karena orang-orang yang syirik mempercayai atau meyakini adanya kekuatan lain selain Allah, adanya Zat lain selain Zat Allah yang ikut menentukan sesuatu.
Syirik dalam akidah Islam tidak dapat dibenarkan karena sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran pokoknya. Sebab itulah orang yang melakukan perbuatan syirik akan mendapatkan dosa paling besar yang tidak terampunkan.

b.      Kufur
Kufur adalah keadaan tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah swt. maka orang yang kufur adalah orang yang tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah baik orang tersebut bertuhan selain Allah maupun tidak bertuhan, seperti paham komunis (ateis).
Kekufuran sangat jelas bertentangan dengan akidah Islam atau tauhid sebab tauhid adalah kepercayaan dan keimanan atau keyakinan akan adanya Allah swt.
Orang Kufur,  sering melakukan bantahan terhadap ketentuan-ketentuan syariat Allah atau menentang Allah. Mereka selalu berdaya upaya agar Islam dan kepercayaannya lenyap dari permukaan bumi dengan berbagai jalan.
Dengan demikian, kufur merupakan keadaan dimana seseorang tidak mengikuti ketentuan-ketentuan syariat yang telah digariskan oleh Allah. Oleh sebab itu, kufur mempunyai lubang-lubang yang kalau tidak hati-hati seseorang manusia akan terjerumus kedalam lubang yang menyesatkan, seperti syirik, nifak, murtad, tidak mau bersyukur dan sebagainya.

c.       Nifak
Nifak adalah suatu perbuatan yang lahir dan batinnya tidak sama. Secara lahiriah beragama Islam, namun jiwanya atau batinnya tidak beriman. Munafik adalah orang melakukan perbuatan nifak, yaitu orang secara lahiriah mengaku beriman kepada Allah, mengaku beragama Islam, bahkan dalam beberapa hal kelihatan seperti berbuat dan bertindak untuk kepentingan Islam, tetapi sebenarnya hatinya mempunyai maksud lain yang tidak didasari iman kepada Allah.
Orang-orang munafik suka memanfaatkan segala situasi untuk menghancurkan Islam dari dalam. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah seseorang munafik atau tidak, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan agama Islam.
Baik dari segi agama maupun moral, sikap ataupun perbuatan munafik dipandang sanga hina. Itulah sebabnya Allah akan menghukum perbuatan mereka dengan dimasukkan kedalam dasar neraka.

d.      Riya’

melakukan suatu amal dengan cara tertentu supaya diperhatikan orang lain dan dipujinya. Contohnya : seseorang melakukan shalat, lalu memperindah shalatnya ketika dia mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.

e.       Bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Berdasarkan firman Allah yang artinya katakanlah “Aku bukanlah Rasil yang pertama diantara Rasul-rasul” yang terdapat pada surah Al-Ahqaf ayat 9.
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :
1.      Perbuatan Bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan). Seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (Juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubag (diperbolehkan) karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah Mubah.
2.      Perbuatan bid’ah di dalam Ad-dien (Islam) hukumnya haram karena yang ada dalam Dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah).

f.    Khurafat dan Tahayyul
Khurafat berasal dari kata kharaf yang berarti rusak akal karena tua. Khurafat artinya omongan dusta yang dipermanis atau omongan dusta yang menakjubkan. Dalam konteks pembahasan ini., khurafat adalah ajaran yang bukan-bukan atau kepercayaan yang bukan-bukan.
Adapun takhayul ialah sesuatu yang termasuk khayal, tidak masuk akal atau tidak terbukti dalam kenyataan. Pengertian ini mencakup hal-hal yang biasa berlaku di masyarakat dengan suatu yang sering diistilahkan dengan gugon tuhon, yaitu kepercayaan masyarakat yang tidak beralasan sama sekali.
Baik khurafat maupun takhayul adalah kepercayaan yang bertentangan dan bersimpangan dengan ajaran tauhid yang dikemasa dalam Al-Qur’an. Ajaran tauhid dalam Al-Qur’an tidak membenarkan kepercayaan yang tidak berdasarkan dalil atau tidak didasarkan ilmu.
Persoalan khurafat dan takhayul banyak dijumpai dalam masyarakat yang diperoleh melalui kepercayaan nenek moyangnya. Khurafat dan takhayul tidak hanya terdapat pada lapisan masyarakat di pedesaan saja, namun pada masyarakat perkotaan juga sering ditemukan adanya suatu kepercayaan yang masuk kategori khurafat dan takhayul. Bahkan di negeri-negeri barat yang telah maju teknologinya juga masih terdapat kepercayaan khurafat dan takhayul. Khurafat dan takhayul banyak kita jumpai di desa atau dalam masyarakat, perkara yang tidak masuk akal, tetapi masyarakat mau percaya.

Bab. 3
Hubungan antara Iman dengan Ibadah dan Akhlak atau Moral dalam Segala Aspek Kehidupan.

  1. Hubungan antara Iman dengan Ibadah
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa akidah (keimanan) mempunyai kaitan yang erat dengan syariat (ibadah) dalam agama Islam dengan diumpamakan sebagai pohon dengan buahnya. Dan sejauhmanan antara keimanan dan ibadah terdapat hubungan, atau keimanan dapat mempengaruhi ibadah, atau sebaliknya akan diuraikan pada pembahasan berikut ini.
Yang dimaksud dengan Akidah adalah keimanan atau keyakinan, sedangkan syarat adalah amaliah keagamaan seseorang. Dengan demikian, pembahasan tentang hubungan antara akidah dan syariat yang dimaksudkan adalah apa hubungan antara akidah dan syariat disampaikan sejauhmana keimanan dapat mempengaruhi ibadah dan sebaliknya.
Seseorang dikatakan muslim (beragama Islam) apabila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Keislamannya makin sempurna jika ia melaksanakan rukun islam yang baik dan benar, sesuai dengan ketentuan ajaran agama. Yang dimaksud rukun Islam ialah mengucapkan dua kalimat syahadat (Asyhadu anla ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah), mendirikan shalat, puasa di bulan ramadan, membayar zakat, dan berhaji ke Baitullah jika ia mampu melaksanakannya.
Orang yang rajin beribadah dan selalu mengabdikan dirinya kepada Allah, imannya akan bertambah kuat dan mantap, sehingga tidak ada satupun yang dapat mempengaruhi dan menggoyahkan keimanan yang terdapat di dadanya. Dengan kata lain, makin tebal iman seseorang, makin baik dan makin tinggi nilai ibadahnya. Makin banyak dan baik ibadah seseorang maka makin kokoh imannya. Sebaliknya, makin berkurang iman seseorang makin berkurang pula frekuensi ibadahnya, dan makin berkurang ibadahnya, maka makin longgarlah iman seseorang.
  1. Hubungan antara Iman dengan Etika (Moral)
Dalam masyarakat, istilah moral (etika) sering digunakan sebagai pengganti dari kata kepribadian.
Pribadi berarti manusia perorangan, diri manusia. Kepribadian dalam arti psikologis mengandung makna yang luas, meliputi segala aspek kehidupan seseorang dan keseluruhan kualitas dirinya yang dapat diperhatikan pada cara berbuat, berpendapat, bersikap, berminat, berfalsafah dan sebagainya.
Untuk membentuk kepribadian bermoral (berakhlak) yang dibentengi dengan ketakwaan kepada Allah, harus dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai dengan tingkat dan perkembangan kemampuan anak.
Bagi seorang muslim, usaha yang paling penting dan utama untuk menuju mental yang sehat adalah memantapkan, menguatkan, dan mengokohkan akidah yang ada  dalam dirinya. Sebab, dengan akidah yang kuat, kokoh dan mantap, jiwanya akan selalu stabil, pikirannya tetap tenang, dan emosinya terkendali. Untuk memperoleh akidah yang kuat dan kuat tersebut, seseorang harus memperoleh pendidikan akidah yang baik, intensif dan benar. Sebagaimana dikemukakan terdahulu, pendidikan akidah yang paling utama adalah lingkungan keluarga, baru kemudian sekolah dan masyarakat.
Peranan akidah Islamiah memberikan ketenangan dan penghormatan dari pihak lain, misalnya, saran atau pendapatnya selalu menjadi tumpuan perhatian orang, dalam kesulitan atau kesusahan ia mendapat bantuan dan pertolongan, jika ia bekerja dikantor ia disegani bawahan dan diperhatikan atasan, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut dapat terpenuhi, ia sangat senang dan gembira. Tapi, jika terjadi sebaliknya, keseimbangan mentalnya akan terganggu dalam dirinya mungkin muncul perasaan yang bukan-bukan seperti rasa dibenci, tidak disenangi orang, dimusuhi, atau rasa dikucilkan. Akidah Islam mengajarkan bahwa Allah swt. sangat memperhatikan hamba-hamba-Nya. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hamba-hamba-Nya tidak pernah ditinggalkan, apalagi jika hamba ini selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menajuhi larangan-larangan-Nya.



Bab. 4
Aqidah As-Shahihah dan Al-Bathilah
Makna Aqidah
Secara bahasa aqidah berarti ikatan. Adapaun secara istilah aqidah berarti segala sesuatu yang diyakini di dalam hati dan tidak tercampuri keraguan. Aqidah yang benar disebut aqidah shahihah. Sedangkan aqidah yang salah sisebut aqidah bathilah. Di dalam Islam aqidah menempati posisi yang sangat fundamental. Para ulama menjelaskan bahwa kandungan aqidah Islam berpusat dalam rukun iman yang enam, yaitu :
1.      Beriman tentang Ke-Esa-an Allah
2.      Beriman tentang para Malaikat-Nya
3.      Beriman tentang Kitab-kitab-Nya
4.      Beriman tentang para Rasul-Nya
5.      Beriman tentang Hari Kiamat
6.      Beriman tentang Takdir

Keenam perkara inilah yang disebut dengan ushul iman (pokok-pokok keimanan). Sebutan ini diberikan karena enam prinsip inilah jawaban Rasulullah Nabi Muhammad saw ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang makna iman.

Bab. 5
Pokok Akidah Islam dan Cabang-Cabangnya.
Dimaksud Akidah pokok adalah akidah yang mesti dipercaya oleh setiap mukmin dan ia termasuk unsur utama atau pokok dari unsur keimanan.
  1. Wujud (ada) dan Wahdaniah (ke-Esa-an) yang tercakup dalam wujud ini adalah kepercayaan bahwa wujud Allah itu ada. Wujud Allah itu adalah Qidam (Maha Dahulu), Baqo’ (Maha Kekal). Huwal Awwalu Wal Akhir Mukholafatu Lil Hawadits (Tidak serupa dengan makhluk) dan Qiyamuhu Binafsihi. Wahdaniah (Esa) Allah mengandung pengertian dua segi. 1.  Rububiah (Ke-Esa-an dalam menciptakan dan memimpin), 2. Uluhiah (Ke-Esa-an dalam beribadah).
  2. Bahwa Allah memilih diantara hamba-hambaNya yang dipandang layak untuk memikul RISALAH (Perintah dan Amanat dari Allah). Hamba-hamba tersebut adalah orang-orang yang menjadi pilihan Allah untuk menjadi Rasul-rasulnya, Mulai dari Adam a.s sampai Muhammad saw.
  3. Adanya malaikat-malaikat dan kitab-kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu-wahyu Allah dan isi Risalah Tuhan (Perintah Allah).
  4. Mempercayai apa yang terkandung di dalam Risalah Tuhan Itu diantaranya beriman pada Yaumil Akhir, dan pokok-pokok syariat.
Empat unsur Iman yang disepakati di atas tercakup di dalam kalimah Syahadatain. Dari Syahadat Tauhid terkumpul Akidah Islam tentang Allah. Syahadat keRasulan berarti membenarkan dan meyakini dengan sempurna tentang adanya Malaikat, Kitab-kitab Nya, Hari Akhirat, Pokok-pokok Syarita dan Hukum.
Pembagian Cabang-Cabang Iman
1.      Iman Kepada Allah
Iman atau percaya kepada Allah swt. merupakan rukun pertama dalam rukun Iman. Dan orang-orang yang beriman akan mendapatkan ketenangan jiwa. Orang-orang yang beriman kepada Allah akan mendapatkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa tidak bisa didapat dengan melimpahkan materi, melainkan dengan keimanan yang akan muncul dari kalbu secara ikhlas.
2.      Iman Kepada Malaikat
Rukun Iman kedua adalah beriman kepada Malaikat-malaikat Allah. Malaikat ialah makhluk halus ciptaan Allah yang terbuat dari Nur (Cahaya). Mengenai bentuk fisik dan rupanya, tidak ada yang mengetahui. Hanya Allah Sang Penciptalah yang mengetahuinya. Jumlah Malaikat ini banyak sekali, bahkan tidak dapat dihitung. Mereka adalah hamba Allah yang sangat taat, berbakti dan senantiasa menuruti perintah-Nya. Sehingga, Allah pun memuliakan mereka. Malalikat tidak memerlukan makan dan minum, apalagi pakaian seperti halnya manusia. Jumlah mereka tidak bertambah dan tidak pula berkurang, dan mereka tidak akan mati sebelum datangnya hari kiamat. Namun, Malaikat dengan kehendak Allah bisa menjelma menjadi sebagai manusia. Sedangkan, yang bisa mengenalinya, baik jasad asli maupun ketika menjelma sebagai manusia adalah para Rasul dan Nabi. Malaikat tidak mempunyai hawa nafsu, melainkan hanya memiliki akal, sehingga mereka terpelihara dari kesalahan dan dosa.
3.      Iman kepada Kitab-kitab Allah
Iman kepada Kitab-kitab Allah, kita wajib meyakini bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para Nabi-Nya. Adapun jumlahnya hanya Allah yang mengetahui.
Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu agar digunakan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia menuju jalan hidup yang benar dan diridai Allah swt. atau dengan kata lain, berfungsi sebagai penuntun menuju kebahagian dan keselamatan dunia akhirat.
Diantara sekian banyak kitab yang telah diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, hanya ada empat yang wajib kita ketahui yaitu :
1.      Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s
2.      Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s
3.      Injil diturunkan kepada Nabi Isa a.s
4.      Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Selain kitab-kitab tersebut, di dalam Al-Qur’an disebutkan adanya sahifah (halaman), yang berjumlah seratus sahifah.
Dan, sahifah ini diberikan kepada tiga orang Nabi, yaitu :
1.      Enam puluh sahifah kepada Nabi Syits a.s
2.      Tiga puluh sahifah kepada Nabi Ibrahim a.s
3.      Sepulu Sahifah kepada Nabi Musa a.s (selain diberi Taurat, Nabi Musa a.s juga diberi sahifah)

4.      Iman kepada para Nabi dan Rasulnya
Beriman kepada Rasul-rasul Allah merupakan rukun iman keempat. Maksudnya ialah mempercayai bahwa Allah swt. telah mengutus para Rasul-Nya untuk membawa syiar agama dan membimbing umat pada jalan lurus dan diridai Allah.
Mengenai jumlah Rasul tidak ada yang mengetahui secara pasti, meskipun ada ulama yang mengatakan jumlah seluruhnya 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) orang. Hanya Allah-lah yang mengetahui jumlahnya. Adapun yang diangkat menjadi Rasul 313 orang.
Terdapat perbedaan antara Nabi dan Rasul. Nabi adalah Seorang laki-laki merdeka yang mendapatkan wahyu dari Allah dengan hukum syara’ untuk diamalkan sendiri. Sedangkan, Rasul adalah Seorang laki-laki merdeka yang mendapatkan wahyu Allah dengan hukum syara’ untuk diamalkan sendiri serta disampaikan kepada orang lain.
5.      Iman kepada Hari Kiamat
Beriman kepada Hari Akhir artinya meyakini dengan teguh apa yang diberitakan oleh Allah dalam kitabNya dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya terkait dengan peristiwa yang terjadi sesudah mati, mulai fitnah kubur, azab dan nikmat kubur dan seterusnya sampai surga dan neraka.
Beriman kepada Hari Akhir adalah rukun iman yang kelima dari enam rukun iman. Di dalam al-Qur`an dan di dalam hadits beriman kepada Hari Akhir sering digandengkan dengan beriman kepada Allah karena orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak mungkin beriman kepada Allah, orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak akan beramal, orang beramal karena ada harapan kemuliaan di Hari Akhir dan ada ketakutan terhadap azab di Hari akhir, jika dia tidak beriman kepadanya maka dia seperti orang-orang yang disebutkan oleh Allah dan firmanNya,
Artinya : “Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa,’ dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al-Jatsiyah: 24).


Hikmah Iman kepada hari Akhir:
1.  Dengan iman kepada hari akhir senantiasa memotivasi untuk beramal kebajikan dengan ikhlas mengharap ridho Allah semata.
2.  Senantiasa pula membendung niat-niat yang buruk apalagi melaksanakannya.
3.  Menjauhkan diri dari asumsi-asumsi yang mengkiaskan apa yang ada di dunia ini dengan apa yang ada di akhirat.
4.  Adanya rasa kebencian yang dalam kepada kema’siatan dan kebejatan moral yang mengakibatkan murka Allah di dunia dan di akhirat.
5.  Menyejukkan dan menggembirakan hati orang-orang mukmin dengan segala kenikmatan akhirat yang sama sekali tidak dirasakan di alam dunia ini.
6.  Senantiasa tertanam kecintaan dan ketaatan terhadap Allah dengan mengharapkan mau’nah Nya pada hari itu.
 6. Iman kepada Takdir (Qada dan Qadar)
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Ibnu Abbas pernah berkata, “Qadar adalah nidzam (aturan) tauhid. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan tauhidnya” (Majmu’ Fataawa Syeikh Al-Islam, 8/258).
Untuk memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini dikemukakan contoh. Saat ini Abdul latif jatuh dari sepeda motor. Sebelum Abdul latif lahir, bahkan sejak zaman azali Allah telah menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdul latif akan jatuh dari sepeda motor. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar adalah perwujudan dari qadha.
Hubungan antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya.

Bab 6
Sejarah Munculnya Persoalan Teolog dan Sekte-Sekte dalam Islam

            Sejarah Munculnya Persoalan Teolog.
Teologi Islam atau ilmu kalam sebagai disiplin ilmu pengetahuan, baru muncul sekitar abad ke-3 Hijriyah. Hal ini sama sekali bukan berarti aspek akidah atau teologi tidak mendapat perhatian dalam ajaran Islam atau ilmu-ilmu ke-Islaman. Bahkan sebaliknya dalam agam Islam aspek akidah merupakan inti ajarannya.
Pada waktu itu umat Islam masih bersatu dalam segala persoalan pokok akidah, bersatu dalam memahaminya. Umat Islam waktu itu tidak pernah berkeinginan untuk mengungkit persoalan akidah yang telah tertanam dann berakar kuat di hati umat Islam.
Umat Islam terus mengisi ruangan sejarah yang terus berjalan hingga sejarah itu sendiri memproduk beberapa persoalan yang muncul kemudian yang harus dihadapi umat Islam, termasuk dengan munculnya persoalan-persoalan dalam masalah teologi.

Sekte-sekte dalam Islam
1.      Khawarij
Khawarij adalah salah satu nama aliran di dalam ilmu kalam.
a.       Golongan ini ada dikarenakan golongan ini keluar dari barisan Ali bi Abi Thalib. Mereka sebenarnya pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib, karena tidak setuju dengan sikap Ali, atas arbitrase (tahkim) sebagai jalan dalam penyelesaian persengketaan tentang khalifah dengan Mu’awiyyah ibn Abi Sufyan.
b.      Khawarij berasal dari kata Kharaja yang diartikan keluar. Mengandung maksud bahwa mereka (sebagian pengikut Ali) keluar dari barisan Ali.
c.       Adanya nama Khawarij didasarkan pada surat An-Nisa ayat 100.

Secara historis, Khawarij dalam pertempuran dengan tentara Ali bin Abi Thalib mengalami kekalahan besar. Dalam kondisi yang lemah dan menderita kalah. Khawarij menyusun taktik dan strategi, bagaimana bisa membunuh khalifah Ali. Rencana jahat ini terbukti dari seorang Khawarij bernama Abd al Rahman ibn Muljam yang berhasil membunuh Ali. Perlawanan yang dijalankan oleh Khawarij bukan hanya kepada pada masa khalifah Ali, tetapi juga terhadap kekuasaan Islam yang resmi, mulai dari Dinasti Umayyah sampai Dinasti Abbasiyah. Sebagai alasan mengapa Khawarij tetap melawan, karena menganggap Dinasti tersebut menyeleweng dari ketentuan Islam.
Kehidupan kaum Khawarij bersifat sederhana, baik cara hidup maupun pemikirannya. Mereka keras hati serta pemberani, bersikap bebas (merdeka), dan mempunyai fanatisme yang tinggi. Mereka mempunyai prinsip tidak mau bergantung kepada orang lain. Konsekuensi tegas yang mereka tempuh adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis mereka artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya.
Khawarij yang keluar dari Ali dipimpin oleh Abdullah Ibnu Wahab Ar-Rasidi. Setelah beliau meninggal dunia, Khawarij pecah menjadi bermacam-macam.

2.      Murjiah
Kaum Murji’ah muncul akibat adanya pertentangan politik dalam Islam. Dalam seuasana demikian, kaum Murji’ah muncul dengan gaya dan corak tersendiri. Mereka bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktek kafir atau tidak bagi golongan yang bertentangan. Mereka tidak berpendapat, siapa yang salah dan siapa yang benar. Tetapi memandang lebih baik menundah (arja’a). Maksudnya persoalan tersebut dapat diselesaikan pada hari perhitungan, sehingga sikapnya, menyerahkan penetuan hukum kafir atau tidak kafirnya seseorang kepada Allah swt.
Penamaan Murji’ah juga berasal dari Arja’a, di dalamnya terkandung harapan, maksudnya orang yang melakukan dosa besar bukan kafir, tetapi mukmin, tidak kekal dalam neraka. Dengan demikian, memberi penghargaan bagi pelaku dosa besar untuk mendapat rahmat dari Allah.

3.      Jabariah
lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan .
Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
Jabariah mengandung pengertian memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Di dalam kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolah adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).

4.      Syiah
Syiah ialah salah satu aliran atau mazhab. Secara umum, Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga KhalifahSunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Syi'ah Zaidiyyah, termasuk Syi'ah yang tidak menolak kepemimpinan tiga Khalifahsebelum Khalifah Ali bin Abu Thalib. Syi'ah adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak-nya adalah "Syiya'an" menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Secara garis besarnya, sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah NabiMuhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammaddan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengankhalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Menurut keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi Muhammad.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'anHadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contohperawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

5.      Asy’ariah
Sekte Asy’ariyah lahir pada abad ke-3 H. Kemunculan sekte ini tidak lepas dari sosok Abu Hasan al-Asy’ary rhm. Beliaulah yang ditokohkan dalam sekte ini. Abu Hasan al-Asy’ari masih terbilang keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari.
Dalam perjalanan keyakinannya, Abu Hasan al-Asy’ary mengalami tiga periode keyakinan. Periode pertama, ia terpengaruh dengan pemikiran ayah tirinya, yaitu al-Juba’iy, seorang pembesar mu’tazilah. Periode kedua, ia mulai menetapkan dasar-dasar pemikirannya sendiri yang berbeda dengan mu’tazilah, pada fase ini, ia menetapkan dasar-dasar pemikiran madzhab Asy’ariyah.
Namun di penghujung hayatnya, beliau kembali ke ahlu sunnah waljama’ah. Salah satu bukti pertaubatannya adalah buku yang diberi judul, ‘al-Ibanah ‘an Ushul Ad-Diyanah,’. Buku yang tidak diakui oleh kalangan Asy’ari  ini, meluruskan beberapa penyimpangan akidah Asy’ariyah. Terutama terkait dengan takwil asma dan shifat Allah swt.

  1. Maturidiah
Alirian Maturidiah lahir di Samarkand pertengahan kedua dari abad ke-9 M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui. Ia sebagai pengikut Abu Hanifah sehingga paham teologinya memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Abu Hanifah. Sistem pemikiran aliran Maturidiah, termasuk golongan ahli sunah.
Aliran ini dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifah karena Al-Maturidi sebagai pengikut Abi Hanifah. Dan timbulnuya aliran ini sebagai reaksi terhadap aliran Mutazilah.
Pokok-pokok ajaran Maturidiah
1.      Kewajiban mengethaui Tuhan, akal semata-mata sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tak sanggup dengan sendirinya hukum-hukum taklifi (Perintah-perintah Allah).
2.      Kebaikan dan keburukan dapat diketahui dengan akal.
3.      Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan. Perbuatan Tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah), baik dalam ciptan-ciptaan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya, perbuatan manusia bukanlah merupakan paksaan dari Allah, karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya.

Bab 7
Pendapat Ulama Salaf dan Kholah tentang Persoalan Teologi yang ada hubungan dengan Kajian Ilmu Tauhid.

Definisi Salaf. Menurut bahasa salaf artinya yang terdahulu, pendahulu, lebih utama. Salaf artinya para pendahulu. Dan menurut istilah adalah generasi pertama dan terbaik dari umat Islam. Mereka adalah para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga generasi pertama yang dimuliakan oleh Allah.

Sedangkan Khalaf adalah lawan kata Salaf, secara bahasa ialah yang belakangan. Kemudian, dalam perkembangan semantiknya kata Khalaf memperoleh makna generasi Islam setelah salaf dan mereka mencari pemahaman dengan hasil ijtihad individual sehingga terkesan adanya pertentangan atau perselisihan pandangan pada ajaran Islam.

Masa Salaf otoritatif karena dekat dengan masa hidup Nabi. Nabi tidak saja jadi sumber pemahaman ajaran Islam, tetapi sekaligus menjadi teladan realisasi ajaran itu dalam kehidupan nyata.

Tentang otoritas atau kewenangan terdapat empat pendapat :
1.      Kaum Sunni berpendapat bahwa masa keempat khalifah itu adalah benar-benar otoritatif, berwenang, dan benar-benar salaf. Kaum Sunni boleh dikatakan langsung atau tidak langsung dari masyarakat Islam masa dinasti Umayyah, dengan berbagai unsur kompromi akibat usaha rekonsiliasi keseluruhan umat Islam mengatasi sisa-sisa pengalaman traumatis fitnah-fitnah sebelumnya.
2.      Bani Umayyah atau kaum Umawi sendiri dalam masa-masa awalnya, mengaku hanya masa-masa Abu Bakar, Umar dan Usman tanpa Ali, sebagai masa Salaf yang berkewenangan otoritatif.
3.      Kaum Khawarij, yaitu kelanjutan dari sebagian kelompok pendukung Ali yang mereka menunujukkan gelagat atas persetujuan pembunuhan Usman tapi kemudian kecewa dengan Ali dan membunuhnya hanya mengakui masa-masa Abu Bakar dan Umar saja yang berwenang dan otoritatif, sehingga boleh disebut masa Salaf.
4.      Kemudian terdapat kaum Rafidah dari kalangan Syi’ah yang menolak keabsahan masa-masa kekhalifahan pertama itu kecuali masa Ali.

Memang persoalan teologis sulit menghindar dari perilaku sahabat sebagai alumni awal dari generasi keNabian jika dilihat dari perspektif dan prospektif hasil ijtihad mereka tentang sikap dan tindakan sebagai solusi penyelesaian masalah umat. Interpetasi atas berbagai peristiwa pertengkaran para sahabat yang berakhir dengan peperangan sesama. Misal kasus perang Jamal Aisyah, Tolha, Zuber dan lain-lain dengan Abi Thalib, begitu juga perang Siffin antara Ali dan Muawiyah.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

About

Putra ke 4 dari 4 Saudara