MATERIKULASI
MATA KULIAH TAUHID
KODE MATA KULIAH : INS 102
DI SUSUN OLEH :
IMAM HAMBALI
NIM : 13540061
DOSEN PEMBIMBING MATA KULIAH :
DRS. M. AMIN SIHABUDDIN M.HUM
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
Bab 1
Pendahuluan
1. Pengertian Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid
adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap
bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-nya, dan sifat-sifat yang
sama sekali wajib ditiadakan dari-Nya. Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah
untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal
yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka, dan hal-hal yang
terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
2. Pentingnya mempelajari Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid
adalah karena ilmu ini mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan Allah
swt. termasuk didalamnya tentang ketentuan (takdir) Allah kepada
makhluk-makhluk-Nya. Mempelajari hal-hal berkaitan dengan utusan Allah sebagai
perantara (wasitah) antara Allah dengan manusia, seperti malaikat, para
Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci yang telah Allah turunkan. Dan mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sesudah mati, seperti surga, neraka,
dan sebagainya.
3. Nama-nama lain dari Ilmu Tauhid.
1.
Ilmu Aqo’id
Ilmu Aqo’id
artinya simpulan (Buhul), yakni kepercayaan yang tersimpul dalam hati. Aqo’id
adalah jama’ dari akidah. M. Hasby As Sidiqi menjelaskan dalam bukunya tentang
maudhu’ tauhid, dia mengatakan bahwa maudhu’ tauhid adalah pokok-pokok
pembicaraan ilmu tauhid yaitu akidah yang diterangkan dalil-dalilnya. Jadi, ini
dinamakan dengan Ilmu Aqo’id disebabkan ilmu ini berbicara tentang kepercayaan
Islam. Syekh Thahir Al Jazairy menerangkan bahwa “Akidah Islam ialah hal-hal
yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan atas
kebenarannya.”
2.
Ilmu Ushuluddin
Ilmu Ushuluddin
adalah ilmu yang membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan
dalil-dalil yang qat’i (Al-Qur’an dan Hadis Mutawatir) dan dalil dalil akal
pikiran.
Sebab penamaan
Ilmu Tauhid dinamakan juga dengan Ilmu Ushuluddin karena objek pembahasan
utamanya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran
Islam. Dan masalah kepercayaan itu betul-betul menjadi dasar pokok dari
persoalan lain dalam agama Islam.
3.
Ilmu Kalam
Ilmu Kalam
adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan
iman, dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan
terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan Salaf dan Ahli sunah.
Sebab Penamaan
Ilmu Tauhid dinamakan Ilmu Kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi
Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumen-argumen
filosofis dengan menggunakan logika atau mantik.
4.
Ilmu Teologi
Ilmu Tauhid
sering disebut juga dengan ilmu teologi karena pembahasannya mencakup
persoalan-persoalan dasar dan soal pokok seperti ketuhanan, iman, kufur, dan
hal-hal pokok lainnya sebagaimana tercakup dalam rukun iman.
Pada awalnya
istilah teologi digunakan oleh kalangan orang-orang Barat untuk memberikan
pengertian yang berkaitan dengan hak ketuhanan dalam agama kristen. Kemudian
istilah tersebut mereka gunakan untuk menamakan sesuatu yang oleh dunia Islam
dinamakan ilmu tauhid, ilmu kalam atau ilmu ushuluddin.
Bab 2
Dasar-dasar Kajian Ilmu Tauhid
- a. Iman
Kata Iman berasal dari bahasa Arab yang
berarti tasdiq (membenarkan). Iman adalah kepercayaan dalam hati meyakini dan
membenarkan adanya Tuhan dan membenarkan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. Karena iman, seseorang mengakui adanya hal-hal yang wajib dan hal-hal yang
mustahil bagi Allah. Iman menjadikan seorang mukmin berbahagia dan berhak untuk
mendapatkan surga Tuhan kelak di hari akhirat.
Dalam pembahasan Ilmu Tauhid, konsep
iman terbagi tiga golongan, yaitu :
1.
Iman adalah tasdiq di dalam hati akan
wujud Allah dan keberadaan Nabi atau Rasul Allah. Menurut konsep ini, iman dan
kufur semata-mata adalah urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang
sudah tasdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah, maka Ia sudah disebut
telah beriman, sekalipun perbuatannya belum sesuai dengan tuntutan ajaran
agamanya. Konsep iman ini banyak dianut oleh mahzab Murji’ah, sebagian penganut
Jahamiyah, dan sebagian kecil Asy’ariyah.
2.
Iman adalah tasdiq di dalam hati diikrarkan
dengan lidah. Dengan demikian, seseorang dapat digolongkan beriman apabila ia
mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan)
kepercayaan itu dengan lidah. Antara keimanan dan amal perbuatan manusia tidak
terdapat hubungan, yang terpenting dalam iman adalah tasdiq dan ikrar. Konsep
iman seperti ini telah dianut oleh sebagian penganut Mahmudiyah.
3.
Iman adalah tasdiq dalam hati, ikrar
dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan. Antara iman dan perbuatan manusia
terdapat keterkaitan karena iman seseorang ditentukan pula oleh amal
perbuatannya. Konsep iman ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.
b. Islam
kata
islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu bermaksud “untuk menerima,
menyerah, atau tunduk” Dengan demikian islam berarti penerimaan dari dan
penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan
menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam
sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama islam)” . Ayat lain menghubungkan islam dan din(lazimnya diterjemahkan sebagai
“Agama”) .” Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
islam jadi agama bagimu”.
Secara etimologis kata
islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam yang berarti
“Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga berhubungan dengan
kata islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri kepada Allah”.
Islam memberikan
banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di galakan untuk memegang lima
rukun islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas.
Islam adalah syari’at Allah terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para
nabi dan Rasul-Nya, Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang
benar. Allah tidak menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah
menjadikannya sebagai agama yang mudah, tidak ada kesulitan dan kesusahan
didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula membebankan kepada para
pemeluknya apa-apa yang mereka tidak sanggup melakukunnya. Islam adalah agama
yang dasarnya tauhid, syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya
kebeenaran, ruhnya kasih sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan
manusia kepada seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang
membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka didunia .
c.
Ikhsan
Ihsan
berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman
dalam Al-qur’an mengenai hal ini.
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi
target seluruh hamba Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu
mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk
menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun sangat menaruh
perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu
hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya,
seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang
utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian
terbesar dari keislamannya karena, islam di bangun atas tiga landasan utama,
yaitu iman, islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah
Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw.
Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang manusia –
mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah Saw. Bersabda
kepada sahabatnya, “ inilah jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan
agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal diatas sebagai agama, dan bahkan
Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam
Al-qur’an.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berbuat baik. “ (Qs Al-baqarah:195). “ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan
kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl : 90 )
- a.
Tauhid Uluhiyah.
Tauhid Uluhiah adalah percaya atau
meyakini sepenuhnya bahwa Allah-lah yang berhak menerima semua peribadahan
makhluk, dan hanya Allah saja yang sebenarnya harus disembah.
Seorang muslim yang di dalam hatinya
tertanam Tauhid Uluhiyah dengan kokoh maka dalam jiwanya terpatri tekad yang
bulat bahwa segala pujian, doa, harapan dan amal perbuatannya hanya semata-mata
untuk pengabdian dan bakti kepada Allah swt. hanya Allah sajalah yang dituju
oleh makhluk-Nya untuk disembah.
Allah sebagai satu-satunya tempat
disembah, bukan berarti bahwa Allah berhajat disembah oleh hamba-Nya karena
Allah tidak membutuhkan bakti, dari makhluk-Nya. Penyembahan di sini merupakan
wujud ketaatan dan kepatuhan hamba dengan Tuhan, antara makluk dengan Khaliknya.
b.
Tauhid Rububiyah.
Tauhid Rububiyah adalah suatu keyakinan
seorang muslim bahwa alam semesta beserta isinya telah diciptakan Allah swt.
dan selalu mendapat pengawasan dan pemeliharaan dari-Nya tanpa bantuan
siapapun. Alam semesta dan segala sesuatu yang berada di dalamnya tidak ada
dengan sendirinya, tetapi ada yang menciptakan atau menjadikan, yaitu Allah.
Seperti di jelaskan pada Al-qur’an surah Al-An’am:102 yang menjelaskan bahwa “Demikian
itu adalah Allah tuhan kamu, tidak ada tuhan selain Dia, Pencipta segala
sesuatu, maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”.
Tauhid Rububiyah akan rusak manakala
seseorang masih mengakui atau meyakini adanya pihak-pihak lain yang ikut andil
bersama Tuhan (Allah) dalam mencipta, mengatur, memelihara dan menguasai alam
semesta. Dalam firman Allah swt. “Sekiranya di langit dan di bumi ada beberapa
Tuhan selain Allah, sungguh rusak binasalah langit dan bumi itu (Q.S. Al-Anbiya:22).
c.
Tauhid Dzat.
Sesungguhnya hakikat dari Zat Tuhan itu
tidak mungkin dapat diketahui dengan akal pikiran manusia dan tidak dapat
dicapai keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. Sebabnya adalah pikiran manusia
tidak diberi dan tidak dapat menjangkau hal tersebut, sehingga manusia tidak diberi
dan tidak ditunjuki cara menemukannya atau perantara mencapainya.
Sesungguhnya Zat Allah masih jauh lebih
besar dari apa yang dapat dicapai oleh akal ataupun yang dapat diliputi oleh
pemikiran-pemikiran.”Allah tidak akan dapat dicapai oleh penglihatan mata,
sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah yang mahahalus
lagi maha mengetahui;Q.S Al-An’am: 103.”
Jika manusia dengan akal pikirannya
tidak dapat mencapai hakikat Zat Tuhan tidak berarti bahwa Zat Allah itu tidak
ada, tetapi yang benar adalah bahwa Zat Allah itu ada dengan penetapan sebagai
sesuatu yang wajib adanya.
Untuk menjelaskan bahwa wujud Allah itu
ada, semua yang ada di lingkungan alam semesta ini dapat digunakan sebagai
bukti nyata tentang wujudnya Tuhan.
d.
Tauhid Af’al
Tauhid Af’al adalah seperti menciptakan
dan memberi rejeki. Jadi, Allah yang maha menciptakan dan Maha Pemberi rejeki
Dialah yang membuat makhluk ini dan juga yang mengaruniakan rejeki kepada
mereka.
Para alim ulama telah sependapat bahwa
sifat Af’al bukanlah sifat Zat dan kedudukan, sifat Af’al itu adalah sebagai
tambahan dari sifat zat itu.
Adapun yang dimaksud dengan tauhid Af’al
atau Esa dalam perbuatannya ialah bahwa alam semesta ini seluruhnya ciptaan
Allah, tidak ada bagian-bagian alam yang diciptakan oleh selain Allah swt. tidak
ada sekutu bagi-Nya dalam mencipta, memerintah, dan menguasai kerajaan-Nya.
Tertuang di dalam firman Allah swt pada (Q.S Al-An’am:102).
e.
Tauhid Asma
Tauhid Asma wa Shifat pengertiannya adalah menetapkan
nama-nama dan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya baik dalam
al-Quran ataupun as-Sunnah sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, dengan
tanpa mengubah, meniadakan, menyerupakan, dan mengilustrasikan keadaannya.
Tauhid Asma wa Shifat pada
dasarnya terkandung dalam Tauhid Rububiyah, akan tetapi ketika muncul
banyak orang yang mengingkari dan menyebarkan kerancuan tentangnya, para ulama
membahas dan menjadikannya bagian tersendiri. Banyak buku yang telah mereka
tulis dalam masalah ini.
Mengilustrasikan hakikat
keadaan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu membayangkan sifat-sifat itu
dengan bentuk-bentuk tertentu. Seperti mengilustrasikan bahwa tangan Allah
keadaannya adalah demikian dan demikian, atau Allah berada di atas ‘Arsy-Nya
dengan keadaan begini dan begitu, dan yang semisalnya. Sungguh perkara ini
adalah batil, karena tidak ada yang mengetahui bagaimana keadaan sifat-sifat
Allah kecuali Allah sendiri. Seluruh makhluk sama sekali tidak ada yang
mengetahui hal itu. Mereka tidak mampu untuk mencapainya.
- Penyakit-penyakit
Tauhid.
a.
Syirik.
Syirik adalah perbuatan menyekutukan
Allah, sekalipun orang tersebut mempercayai adanya Allah. Karena
mencampurbaurkan kepercayaan terhadap Allah dengan kepercayaan terhadap yang
lain yang dianggap sebagai tuhan, sehingga ia tidak sepenuhnya mempercayai
ke-Esaan dan kemahakuasaan Allah swt.
Syirik sangat bertentangan dengan tauhid
karena tauhid adalah ingin menegakkan keyakinan akan kemahakuasaan Allah,
sedangkan syirik adalah sebaliknya. Syirik meniadakan ke-Esaan Allah, karena
orang-orang yang syirik mempercayai atau meyakini adanya kekuatan lain selain
Allah, adanya Zat lain selain Zat Allah yang ikut menentukan sesuatu.
Syirik dalam akidah Islam tidak dapat
dibenarkan karena sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran pokoknya. Sebab
itulah orang yang melakukan perbuatan syirik akan mendapatkan dosa paling besar
yang tidak terampunkan.
b.
Kufur
Kufur adalah keadaan tidak percaya atau tidak
beriman kepada Allah swt. maka orang yang kufur adalah orang yang tidak percaya
atau tidak beriman kepada Allah baik orang tersebut bertuhan selain Allah
maupun tidak bertuhan, seperti paham komunis (ateis).
Kekufuran sangat jelas bertentangan dengan akidah
Islam atau tauhid sebab tauhid adalah kepercayaan dan keimanan atau keyakinan
akan adanya Allah swt.
Orang Kufur, sering melakukan bantahan terhadap
ketentuan-ketentuan syariat Allah atau menentang Allah. Mereka selalu berdaya
upaya agar Islam dan kepercayaannya lenyap dari permukaan bumi dengan berbagai
jalan.
Dengan demikian, kufur merupakan keadaan dimana
seseorang tidak mengikuti ketentuan-ketentuan syariat yang telah digariskan
oleh Allah. Oleh sebab itu, kufur mempunyai lubang-lubang yang kalau tidak
hati-hati seseorang manusia akan terjerumus kedalam lubang yang menyesatkan,
seperti syirik, nifak, murtad, tidak mau bersyukur dan sebagainya.
c.
Nifak
Nifak adalah suatu perbuatan yang lahir dan batinnya
tidak sama. Secara lahiriah beragama Islam, namun jiwanya atau batinnya tidak
beriman. Munafik adalah orang melakukan perbuatan nifak, yaitu orang secara
lahiriah mengaku beriman kepada Allah, mengaku beragama Islam, bahkan dalam
beberapa hal kelihatan seperti berbuat dan bertindak untuk kepentingan Islam,
tetapi sebenarnya hatinya mempunyai maksud lain yang tidak didasari iman kepada
Allah.
Orang-orang munafik suka memanfaatkan segala situasi
untuk menghancurkan Islam dari dalam. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah
seseorang munafik atau tidak, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya yang
merugikan atau bertentangan dengan kepentingan agama Islam.
Baik dari segi agama maupun moral, sikap ataupun
perbuatan munafik dipandang sanga hina. Itulah sebabnya Allah akan menghukum
perbuatan mereka dengan dimasukkan kedalam dasar neraka.
d.
Riya’
melakukan suatu amal dengan cara tertentu supaya
diperhatikan orang lain dan dipujinya. Contohnya : seseorang melakukan shalat,
lalu memperindah shalatnya ketika dia mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.
e.
Bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa
ada contoh. Berdasarkan firman Allah yang artinya katakanlah “Aku bukanlah
Rasil yang pertama diantara Rasul-rasul” yang terdapat pada surah Al-Ahqaf ayat
9.
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan
risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak
sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :
1.
Perbuatan Bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan). Seperti
adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (Juga termasuk didalamnya
penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah
mubag (diperbolehkan) karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah
Mubah.
2.
Perbuatan bid’ah di dalam Ad-dien (Islam) hukumnya haram
karena yang ada dalam Dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah).
f. Khurafat dan
Tahayyul
Khurafat berasal dari kata kharaf yang berarti rusak
akal karena tua. Khurafat artinya omongan dusta yang dipermanis atau omongan
dusta yang menakjubkan. Dalam konteks pembahasan ini., khurafat adalah ajaran
yang bukan-bukan atau kepercayaan yang bukan-bukan.
Adapun takhayul ialah sesuatu yang termasuk khayal,
tidak masuk akal atau tidak terbukti dalam kenyataan. Pengertian ini mencakup
hal-hal yang biasa berlaku di masyarakat dengan suatu yang sering diistilahkan
dengan gugon tuhon, yaitu kepercayaan masyarakat yang tidak beralasan sama
sekali.
Baik khurafat maupun takhayul adalah kepercayaan
yang bertentangan dan bersimpangan dengan ajaran tauhid yang dikemasa dalam
Al-Qur’an. Ajaran tauhid dalam Al-Qur’an tidak membenarkan kepercayaan yang
tidak berdasarkan dalil atau tidak didasarkan ilmu.
Persoalan khurafat dan takhayul banyak dijumpai
dalam masyarakat yang diperoleh melalui kepercayaan nenek moyangnya. Khurafat
dan takhayul tidak hanya terdapat pada lapisan masyarakat di pedesaan saja,
namun pada masyarakat perkotaan juga sering ditemukan adanya suatu kepercayaan
yang masuk kategori khurafat dan takhayul. Bahkan di negeri-negeri barat yang
telah maju teknologinya juga masih terdapat kepercayaan khurafat dan takhayul.
Khurafat dan takhayul banyak kita jumpai di desa atau dalam masyarakat, perkara
yang tidak masuk akal, tetapi masyarakat mau percaya.
Bab. 3
Hubungan antara Iman dengan Ibadah dan
Akhlak atau Moral dalam Segala Aspek Kehidupan.
- Hubungan antara Iman dengan
Ibadah
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa akidah
(keimanan) mempunyai kaitan yang erat dengan syariat (ibadah) dalam agama Islam
dengan diumpamakan sebagai pohon dengan buahnya. Dan sejauhmanan antara
keimanan dan ibadah terdapat hubungan, atau keimanan dapat mempengaruhi ibadah,
atau sebaliknya akan diuraikan pada pembahasan berikut ini.
Yang dimaksud dengan Akidah adalah keimanan atau
keyakinan, sedangkan syarat adalah amaliah keagamaan seseorang. Dengan demikian,
pembahasan tentang hubungan antara akidah dan syariat yang dimaksudkan adalah
apa hubungan antara akidah dan syariat disampaikan sejauhmana keimanan dapat
mempengaruhi ibadah dan sebaliknya.
Seseorang dikatakan muslim (beragama Islam) apabila
ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Keislamannya makin sempurna jika ia
melaksanakan rukun islam yang baik dan benar, sesuai dengan ketentuan ajaran
agama. Yang dimaksud rukun Islam ialah mengucapkan dua kalimat syahadat
(Asyhadu anla ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah), mendirikan
shalat, puasa di bulan ramadan, membayar zakat, dan berhaji ke Baitullah jika
ia mampu melaksanakannya.
Orang yang rajin beribadah dan selalu mengabdikan
dirinya kepada Allah, imannya akan bertambah kuat dan mantap, sehingga tidak
ada satupun yang dapat mempengaruhi dan menggoyahkan keimanan yang terdapat di
dadanya. Dengan kata lain, makin tebal iman seseorang, makin baik dan makin
tinggi nilai ibadahnya. Makin banyak dan baik ibadah seseorang maka makin kokoh
imannya. Sebaliknya, makin berkurang iman seseorang makin berkurang pula
frekuensi ibadahnya, dan makin berkurang ibadahnya, maka makin longgarlah iman
seseorang.
- Hubungan
antara Iman dengan Etika (Moral)
Dalam masyarakat, istilah moral (etika) sering
digunakan sebagai pengganti dari kata kepribadian.
Pribadi berarti manusia perorangan, diri manusia.
Kepribadian dalam arti psikologis mengandung makna yang luas, meliputi segala
aspek kehidupan seseorang dan keseluruhan kualitas dirinya yang dapat
diperhatikan pada cara berbuat, berpendapat, bersikap, berminat, berfalsafah
dan sebagainya.
Untuk membentuk kepribadian bermoral (berakhlak)
yang dibentengi dengan ketakwaan kepada Allah, harus dimulai dari lingkungan
keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai dengan tingkat dan perkembangan
kemampuan anak.
Bagi seorang muslim, usaha yang paling penting dan
utama untuk menuju mental yang sehat adalah memantapkan, menguatkan, dan
mengokohkan akidah yang ada dalam
dirinya. Sebab, dengan akidah yang kuat, kokoh dan mantap, jiwanya akan selalu
stabil, pikirannya tetap tenang, dan emosinya terkendali. Untuk memperoleh
akidah yang kuat dan kuat tersebut, seseorang harus memperoleh pendidikan
akidah yang baik, intensif dan benar. Sebagaimana dikemukakan terdahulu,
pendidikan akidah yang paling utama adalah lingkungan keluarga, baru kemudian
sekolah dan masyarakat.
Peranan akidah Islamiah memberikan ketenangan dan
penghormatan dari pihak lain, misalnya, saran atau pendapatnya selalu menjadi
tumpuan perhatian orang, dalam kesulitan atau kesusahan ia mendapat bantuan dan
pertolongan, jika ia bekerja dikantor ia disegani bawahan dan diperhatikan
atasan, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut dapat terpenuhi, ia sangat
senang dan gembira. Tapi, jika terjadi sebaliknya, keseimbangan mentalnya akan
terganggu dalam dirinya mungkin muncul perasaan yang bukan-bukan seperti rasa
dibenci, tidak disenangi orang, dimusuhi, atau rasa dikucilkan. Akidah Islam
mengajarkan bahwa Allah swt. sangat memperhatikan hamba-hamba-Nya. Allah Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Hamba-hamba-Nya tidak pernah ditinggalkan, apalagi
jika hamba ini selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menajuhi larangan-larangan-Nya.
Bab. 4
Aqidah As-Shahihah dan Al-Bathilah
Makna Aqidah
Secara bahasa aqidah berarti ikatan. Adapaun secara
istilah aqidah berarti segala sesuatu yang diyakini di dalam hati dan tidak
tercampuri keraguan. Aqidah yang benar disebut aqidah shahihah. Sedangkan
aqidah yang salah sisebut aqidah bathilah. Di dalam Islam aqidah menempati posisi
yang sangat fundamental. Para ulama menjelaskan bahwa kandungan aqidah Islam
berpusat dalam rukun iman yang enam, yaitu :
1.
Beriman tentang Ke-Esa-an Allah
2.
Beriman tentang para Malaikat-Nya
3.
Beriman tentang Kitab-kitab-Nya
4.
Beriman tentang para Rasul-Nya
5.
Beriman tentang Hari Kiamat
6.
Beriman tentang Takdir
Keenam perkara inilah yang disebut dengan ushul iman
(pokok-pokok keimanan). Sebutan ini diberikan karena enam prinsip inilah
jawaban Rasulullah Nabi Muhammad saw ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang
makna iman.
Bab. 5
Pokok Akidah Islam dan Cabang-Cabangnya.
Dimaksud Akidah pokok adalah akidah yang
mesti dipercaya oleh setiap mukmin dan ia termasuk unsur utama atau pokok dari
unsur keimanan.
- Wujud
(ada) dan Wahdaniah (ke-Esa-an) yang tercakup dalam wujud ini adalah
kepercayaan bahwa wujud Allah itu ada. Wujud Allah itu adalah Qidam (Maha
Dahulu), Baqo’ (Maha Kekal). Huwal Awwalu Wal Akhir Mukholafatu Lil
Hawadits (Tidak serupa dengan makhluk) dan Qiyamuhu Binafsihi. Wahdaniah
(Esa) Allah mengandung pengertian dua segi. 1. Rububiah (Ke-Esa-an dalam menciptakan
dan memimpin), 2. Uluhiah (Ke-Esa-an dalam beribadah).
- Bahwa
Allah memilih diantara hamba-hambaNya yang dipandang layak untuk memikul
RISALAH (Perintah dan Amanat dari Allah). Hamba-hamba tersebut adalah
orang-orang yang menjadi pilihan Allah untuk menjadi Rasul-rasulnya, Mulai
dari Adam a.s sampai Muhammad saw.
- Adanya
malaikat-malaikat dan kitab-kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu-wahyu
Allah dan isi Risalah Tuhan (Perintah Allah).
- Mempercayai
apa yang terkandung di dalam Risalah Tuhan Itu diantaranya beriman pada
Yaumil Akhir, dan pokok-pokok syariat.
Empat unsur Iman yang disepakati di atas tercakup di
dalam kalimah Syahadatain. Dari Syahadat Tauhid terkumpul Akidah Islam tentang
Allah. Syahadat keRasulan berarti membenarkan dan meyakini dengan sempurna
tentang adanya Malaikat, Kitab-kitab Nya, Hari Akhirat, Pokok-pokok Syarita dan
Hukum.
Pembagian
Cabang-Cabang Iman
1.
Iman Kepada Allah
Iman atau percaya kepada Allah swt. merupakan rukun
pertama dalam rukun Iman. Dan orang-orang yang beriman akan mendapatkan
ketenangan jiwa. Orang-orang yang beriman kepada Allah akan mendapatkan
ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa tidak bisa didapat dengan melimpahkan materi,
melainkan dengan keimanan yang akan muncul dari kalbu secara ikhlas.
2.
Iman Kepada Malaikat
Rukun Iman kedua adalah beriman kepada
Malaikat-malaikat Allah. Malaikat ialah makhluk halus ciptaan Allah yang
terbuat dari Nur (Cahaya). Mengenai bentuk fisik dan rupanya, tidak ada yang
mengetahui. Hanya Allah Sang Penciptalah yang mengetahuinya. Jumlah Malaikat
ini banyak sekali, bahkan tidak dapat dihitung. Mereka adalah hamba Allah yang
sangat taat, berbakti dan senantiasa menuruti perintah-Nya. Sehingga, Allah pun
memuliakan mereka. Malalikat tidak memerlukan makan dan minum, apalagi pakaian
seperti halnya manusia. Jumlah mereka tidak bertambah dan tidak pula berkurang,
dan mereka tidak akan mati sebelum datangnya hari kiamat. Namun, Malaikat
dengan kehendak Allah bisa menjelma menjadi sebagai manusia. Sedangkan, yang
bisa mengenalinya, baik jasad asli maupun ketika menjelma sebagai manusia
adalah para Rasul dan Nabi. Malaikat tidak mempunyai hawa nafsu, melainkan
hanya memiliki akal, sehingga mereka terpelihara dari kesalahan dan dosa.
3.
Iman kepada Kitab-kitab Allah
Iman kepada Kitab-kitab Allah, kita
wajib meyakini bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada
para Nabi-Nya. Adapun jumlahnya hanya Allah yang mengetahui.
Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu
agar digunakan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia menuju jalan hidup
yang benar dan diridai Allah swt. atau dengan kata lain, berfungsi sebagai
penuntun menuju kebahagian dan keselamatan dunia akhirat.
Diantara sekian banyak kitab yang telah
diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, hanya ada empat yang wajib kita ketahui yaitu
:
1.
Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s
2.
Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s
3.
Injil diturunkan kepada Nabi Isa a.s
4.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw.
Selain
kitab-kitab tersebut, di dalam Al-Qur’an disebutkan adanya sahifah (halaman),
yang berjumlah seratus sahifah.
Dan, sahifah ini diberikan kepada tiga
orang Nabi, yaitu :
1.
Enam puluh sahifah kepada Nabi Syits a.s
2.
Tiga puluh sahifah kepada Nabi Ibrahim
a.s
3.
Sepulu Sahifah kepada Nabi Musa a.s
(selain diberi Taurat, Nabi Musa a.s juga diberi sahifah)
4.
Iman kepada para Nabi dan Rasulnya
Beriman kepada Rasul-rasul Allah
merupakan rukun iman keempat. Maksudnya ialah mempercayai bahwa Allah swt.
telah mengutus para Rasul-Nya untuk membawa syiar agama dan membimbing umat
pada jalan lurus dan diridai Allah.
Mengenai jumlah Rasul tidak ada yang
mengetahui secara pasti, meskipun ada ulama yang mengatakan jumlah seluruhnya
124.000 (seratus dua puluh empat ribu) orang. Hanya Allah-lah yang mengetahui
jumlahnya. Adapun yang diangkat menjadi Rasul 313 orang.
Terdapat perbedaan antara Nabi dan
Rasul. Nabi adalah Seorang laki-laki merdeka yang mendapatkan wahyu dari Allah
dengan hukum syara’ untuk diamalkan sendiri. Sedangkan, Rasul adalah Seorang
laki-laki merdeka yang mendapatkan wahyu Allah dengan hukum syara’ untuk
diamalkan sendiri serta disampaikan kepada orang lain.
5.
Iman kepada Hari Kiamat
Beriman kepada Hari Akhir artinya meyakini dengan
teguh apa yang diberitakan oleh Allah dalam kitabNya dan apa yang disampaikan
oleh Rasulullah saw dalam haditsnya terkait dengan peristiwa yang terjadi
sesudah mati, mulai fitnah kubur, azab dan nikmat kubur dan seterusnya sampai
surga dan neraka.
Beriman kepada Hari Akhir adalah rukun iman yang
kelima dari enam rukun iman. Di dalam al-Qur`an dan di dalam hadits beriman
kepada Hari Akhir sering digandengkan dengan beriman kepada Allah karena orang
yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak mungkin beriman kepada Allah, orang
yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak akan beramal, orang beramal karena
ada harapan kemuliaan di Hari Akhir dan ada ketakutan terhadap azab di Hari
akhir, jika dia tidak beriman kepadanya maka dia seperti orang-orang yang
disebutkan oleh Allah dan firmanNya,
Artinya : “Dan mereka
berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati
dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa,’ dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.” (Al-Jatsiyah: 24).
Hikmah Iman kepada hari
Akhir:
1. Dengan iman
kepada hari akhir senantiasa memotivasi untuk beramal kebajikan dengan ikhlas
mengharap ridho Allah semata.
2. Senantiasa
pula membendung niat-niat yang buruk apalagi melaksanakannya.
3. Menjauhkan
diri dari asumsi-asumsi yang mengkiaskan apa yang ada di dunia ini dengan apa
yang ada di akhirat.
4. Adanya rasa
kebencian yang dalam kepada kema’siatan dan kebejatan moral yang mengakibatkan
murka Allah di dunia dan di akhirat.
5. Menyejukkan
dan menggembirakan hati orang-orang mukmin dengan segala kenikmatan akhirat
yang sama sekali tidak dirasakan di alam dunia ini.
6. Senantiasa
tertanam kecintaan dan ketaatan terhadap Allah dengan mengharapkan mau’nah Nya
pada hari itu.
6. Iman kepada Takdir (Qada dan Qadar)
Pengertian Qadha dan
Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki
beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha
adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang
segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran.
Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap
semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Beriman
kepada qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman
seseorang tidaklah sempurna dan sah kecuali
beriman kepadanya. Ibnu Abbas pernah berkata, “Qadar adalah nidzam (aturan) tauhid.
Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya
sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka
dustanya merusakkan tauhidnya” (Majmu’ Fataawa Syeikh Al-Islam, 8/258).
Untuk
memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini dikemukakan contoh. Saat ini Abdul
latif jatuh dari sepeda motor. Sebelum Abdul latif lahir, bahkan sejak zaman
azali Allah telah menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdul latif akan jatuh
dari sepeda motor. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan
bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar
adalah perwujudan dari qadha.
Hubungan
antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum
atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan
atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan
perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya.
Bab 6
Sejarah Munculnya Persoalan Teolog dan Sekte-Sekte dalam
Islam
Sejarah
Munculnya Persoalan Teolog.
Teologi Islam atau ilmu kalam sebagai disiplin ilmu pengetahuan, baru
muncul sekitar abad ke-3 Hijriyah. Hal ini sama sekali bukan berarti aspek
akidah atau teologi tidak mendapat perhatian dalam ajaran Islam atau ilmu-ilmu
ke-Islaman. Bahkan sebaliknya dalam agam Islam aspek akidah merupakan inti
ajarannya.
Pada waktu itu umat Islam masih bersatu dalam segala persoalan pokok
akidah, bersatu dalam memahaminya. Umat Islam waktu itu tidak pernah berkeinginan
untuk mengungkit persoalan akidah yang telah tertanam dann berakar kuat di hati
umat Islam.
Umat Islam terus mengisi ruangan sejarah yang terus berjalan hingga sejarah
itu sendiri memproduk beberapa persoalan yang muncul kemudian yang harus dihadapi
umat Islam, termasuk dengan munculnya persoalan-persoalan dalam masalah
teologi.
Sekte-sekte dalam Islam
1. Khawarij
Khawarij adalah salah satu nama aliran di dalam ilmu kalam.
a.
Golongan ini ada dikarenakan golongan ini keluar dari
barisan Ali bi Abi Thalib. Mereka sebenarnya pengikut-pengikut Ali bin Abi
Thalib, karena tidak setuju dengan sikap Ali, atas arbitrase (tahkim) sebagai
jalan dalam penyelesaian persengketaan tentang khalifah dengan Mu’awiyyah ibn
Abi Sufyan.
b.
Khawarij berasal dari kata Kharaja yang diartikan keluar.
Mengandung maksud bahwa mereka (sebagian pengikut Ali) keluar dari barisan Ali.
c.
Adanya nama Khawarij didasarkan pada surat An-Nisa ayat
100.
Secara historis, Khawarij dalam pertempuran dengan tentara Ali bin Abi
Thalib mengalami kekalahan besar. Dalam kondisi yang lemah dan menderita kalah.
Khawarij menyusun taktik dan strategi, bagaimana bisa membunuh khalifah Ali.
Rencana jahat ini terbukti dari seorang Khawarij bernama Abd al Rahman ibn
Muljam yang berhasil membunuh Ali. Perlawanan yang dijalankan oleh Khawarij bukan
hanya kepada pada masa khalifah Ali, tetapi juga terhadap kekuasaan Islam yang
resmi, mulai dari Dinasti Umayyah sampai Dinasti Abbasiyah. Sebagai alasan
mengapa Khawarij tetap melawan, karena menganggap Dinasti tersebut menyeleweng
dari ketentuan Islam.
Kehidupan kaum Khawarij bersifat sederhana, baik cara hidup maupun
pemikirannya. Mereka keras hati serta pemberani, bersikap bebas (merdeka), dan
mempunyai fanatisme yang tinggi. Mereka mempunyai prinsip tidak mau bergantung
kepada orang lain. Konsekuensi tegas yang mereka tempuh adalah Al-Qur’an dan
Al-Hadis mereka artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya.
Khawarij yang keluar dari Ali dipimpin oleh Abdullah Ibnu Wahab Ar-Rasidi.
Setelah beliau meninggal dunia, Khawarij pecah menjadi bermacam-macam.
2. Murjiah
Kaum Murji’ah muncul akibat adanya pertentangan politik dalam Islam. Dalam
seuasana demikian, kaum Murji’ah muncul dengan gaya dan corak tersendiri.
Mereka bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktek kafir atau tidak bagi
golongan yang bertentangan. Mereka tidak berpendapat, siapa yang salah dan
siapa yang benar. Tetapi memandang lebih baik menundah (arja’a). Maksudnya
persoalan tersebut dapat diselesaikan pada hari perhitungan, sehingga sikapnya,
menyerahkan penetuan hukum kafir atau tidak kafirnya seseorang kepada Allah
swt.
Penamaan Murji’ah juga berasal dari Arja’a, di dalamnya terkandung harapan,
maksudnya orang yang melakukan dosa besar bukan kafir, tetapi mukmin, tidak
kekal dalam neraka. Dengan demikian, memberi penghargaan bagi pelaku dosa besar
untuk mendapat rahmat dari Allah.
3. Jabariah
lahirnya
aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra menuturkan bahwa
faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika itu para
ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika
berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan .
Pendapat
lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam
datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir
sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi
yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang
panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan
suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon
kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
Jabariah
mengandung pengertian memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Di dalam
kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Sedangkan secara
istilah, jabariyah adalah menolah adanya perbuatan dari manusia dan
menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
4. Syiah
Syiah ialah salah satu
aliran atau mazhab. Secara umum, Syi'ah
menolak kepemimpinan dari tiga KhalifahSunni pertama
seperti juga Sunni menolak
Imam dari Imam Syi'ah. Syi'ah Zaidiyyah, termasuk Syi'ah yang tidak menolak
kepemimpinan tiga Khalifahsebelum
Khalifah Ali bin Abu Thalib. Syi'ah adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk
jamak-nya adalah "Syiya'an" menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.
Secara garis besarnya, sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran
Syi'ah.
Muslim
Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah)
adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik
tentang Islam setelah NabiMuhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara
khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammaddan
kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah
Nabi Muhammad, yang berbeda dengankhalifah lainnya
yang diakui oleh Muslim Sunni. Menurut keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai
khalifah dan imam melalui washiat Nabi Muhammad.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan
Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam
penafsiran Al-Qur'an, Hadits,
mengenai Sahabat,
dan hal-hal lainnya. Sebagai contohperawi Hadits dari
Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait,
sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak
dipergunakan.
Tanpa
memperhatikan perbedaan tentang khalifah,
Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga
dikenal dengan Khalifah Ilahi)
sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda
dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.
5. Asy’ariah
Sekte
Asy’ariyah lahir pada abad ke-3 H. Kemunculan sekte ini tidak lepas dari sosok
Abu Hasan al-Asy’ary rhm. Beliaulah yang ditokohkan dalam sekte ini. Abu Hasan
al-Asy’ari masih terbilang keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari.
Dalam
perjalanan keyakinannya, Abu Hasan al-Asy’ary mengalami tiga periode keyakinan.
Periode pertama, ia terpengaruh dengan pemikiran ayah tirinya, yaitu
al-Juba’iy, seorang pembesar mu’tazilah. Periode kedua, ia mulai menetapkan
dasar-dasar pemikirannya sendiri yang berbeda dengan mu’tazilah, pada fase ini,
ia menetapkan dasar-dasar pemikiran madzhab Asy’ariyah.
Namun di
penghujung hayatnya, beliau kembali ke ahlu sunnah waljama’ah. Salah satu bukti
pertaubatannya adalah buku yang diberi judul, ‘al-Ibanah ‘an Ushul
Ad-Diyanah,’. Buku yang tidak diakui oleh kalangan Asy’ari ini,
meluruskan beberapa penyimpangan akidah Asy’ariyah. Terutama terkait dengan
takwil asma dan shifat Allah swt.
- Maturidiah
Alirian
Maturidiah lahir di Samarkand pertengahan kedua dari abad ke-9 M. Pendirinya adalah
Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Riwayat hidupnya tidak
banyak diketahui. Ia sebagai pengikut Abu Hanifah sehingga paham teologinya
memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Abu Hanifah. Sistem
pemikiran aliran Maturidiah, termasuk golongan ahli sunah.
Aliran
ini dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak
dipengaruhi oleh Abu Hanifah karena Al-Maturidi sebagai pengikut Abi Hanifah.
Dan timbulnuya aliran ini sebagai reaksi terhadap aliran Mutazilah.
Pokok-pokok
ajaran Maturidiah
1. Kewajiban mengethaui Tuhan,
akal semata-mata sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tak sanggup dengan
sendirinya hukum-hukum taklifi (Perintah-perintah Allah).
2. Kebaikan dan keburukan
dapat diketahui dengan akal.
3. Hikmah dan tujuan perbuatan
Tuhan. Perbuatan Tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah), baik dalam
ciptan-ciptaan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya, perbuatan
manusia bukanlah merupakan paksaan dari Allah, karena itu tidak bisa dikatakan
wajib, karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya.
Bab 7
Pendapat
Ulama Salaf dan Kholah tentang Persoalan Teologi yang ada hubungan dengan
Kajian Ilmu Tauhid.
Definisi Salaf. Menurut bahasa salaf artinya yang
terdahulu, pendahulu, lebih utama. Salaf artinya para pendahulu. Dan menurut
istilah adalah generasi pertama dan terbaik dari umat Islam. Mereka adalah para
sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga
generasi pertama yang dimuliakan oleh Allah.
Sedangkan Khalaf adalah lawan kata Salaf, secara
bahasa ialah yang belakangan. Kemudian, dalam perkembangan semantiknya kata
Khalaf memperoleh makna generasi Islam setelah salaf dan mereka mencari
pemahaman dengan hasil ijtihad individual sehingga terkesan adanya pertentangan
atau perselisihan pandangan pada ajaran Islam.
Masa Salaf otoritatif karena dekat dengan masa
hidup Nabi. Nabi tidak saja jadi sumber pemahaman ajaran Islam, tetapi
sekaligus menjadi teladan realisasi ajaran itu dalam kehidupan nyata.
Tentang otoritas atau kewenangan terdapat empat
pendapat :
1. Kaum Sunni berpendapat
bahwa masa keempat khalifah itu adalah benar-benar otoritatif, berwenang, dan
benar-benar salaf. Kaum Sunni boleh dikatakan langsung atau tidak langsung dari
masyarakat Islam masa dinasti Umayyah, dengan berbagai unsur kompromi akibat
usaha rekonsiliasi keseluruhan umat Islam mengatasi sisa-sisa pengalaman
traumatis fitnah-fitnah sebelumnya.
2. Bani Umayyah atau kaum
Umawi sendiri dalam masa-masa awalnya, mengaku hanya masa-masa Abu Bakar, Umar
dan Usman tanpa Ali, sebagai masa Salaf yang berkewenangan otoritatif.
3. Kaum Khawarij, yaitu
kelanjutan dari sebagian kelompok pendukung Ali yang mereka menunujukkan
gelagat atas persetujuan pembunuhan Usman tapi kemudian kecewa dengan Ali dan
membunuhnya hanya mengakui masa-masa Abu Bakar dan Umar saja yang berwenang dan
otoritatif, sehingga boleh disebut masa Salaf.
4. Kemudian terdapat kaum
Rafidah dari kalangan Syi’ah yang menolak keabsahan masa-masa kekhalifahan
pertama itu kecuali masa Ali.
Memang persoalan teologis sulit menghindar dari
perilaku sahabat sebagai alumni awal dari generasi keNabian jika dilihat dari
perspektif dan prospektif hasil ijtihad mereka tentang sikap dan tindakan
sebagai solusi penyelesaian masalah umat. Interpetasi atas berbagai peristiwa
pertengkaran para sahabat yang berakhir dengan peperangan sesama. Misal kasus
perang Jamal Aisyah, Tolha, Zuber dan lain-lain dengan Abi Thalib, begitu juga
perang Siffin antara Ali dan Muawiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar